Desaintoday.com, Batam || Konsumen Perumahan Marcelia Tahap II Batam Center, menuntut PT Putri Selaka Kencana (PSK), dan PT Anugerah Cipta Segara (Antara). Mereka ingin memperjelas status hunian yang telah dibeli sebelumnya.
Ironisnya dari total warga yang saat ini mengaku sebagai korban penipuan jual beli properti, tiga di antaranya merupakan anggota DPRD Kota Batam.
“Konteksnya bukan anggota DPRD Batam. Tapi korban yang sudah mencapai ratusan orang,” ujar Ketua DPRD Batam, Nuryanto, Selasa (29/11/2022).
Dari informasi yang dihimpun, tiga anggota DPRD Batam yang turut menjadi korban antara lain, Udin P Sihaloho anggota Komisi IV DPRD Batam, Arlon Veristo anggota Komisi III DPRD Batam, dan Biyanto anggota Komisi III DPRD Batam.
Mengenai ketiga anggota DPRD Batam yang menjadi korban, Nuryanto menyebut ketiganya melakukan pembelian disaat belum menjabat sebagai anggota DPRD Batam.
Namun, terlepas dari itu, kita tetap hadir dalam permasalahan masyarakat,ungkapnya.
Saat dikonfirmasi anggota DPRD Batam, Biyanto yang juga konsumen berharap hak-hak warga yang telah membeli lahan dalam bentuk perumahan jangan sampai diabaikan.
“Kami sebagai warga dan korban, sangat berharap ada solusi yang terbaik bagi kami,” katanya.
Awal permasalahan yang menimpa ratusan konsumen ini diketahui ketika warga yang bergabung dalam Forum Komunikasi Warga Marchelia Tahap II (FORKOM) memasang spanduk di lokasi lahan yang mulai digusur oleh pengembang PT Karimun Pinang Jaya.
Dimana kronologis kasus ini berawal saat pengembang PT Putri Selaka Kencana (PT PSK) sebagai pemegang Hak Pengelola Lahan (HPL) dari Badan Otorita Batam bekerja sama dengan PT Anugerah Cipta Segara (Antara) membangun dan menjual perumahan di lokasi Perumahan Marchelia.
Pada tahun 2000-2002, konsumen mulai membeli rumah dari PT Antara yang berkantor di Gedung Dana Graha Nagoya Batam dengan harga rumah Rp 50 juta sampai 125 juta sesuai dengan luas tanah dan type rumah melalui mekanisme pembayaran cash atau kredit, lunas uang muka, cicilan uang muka, dan akad kredit dengan Bank BTN di Pelita Nagoya.
Pada tahun 2002 terjadi konflik antara PT PSK dan PT Antara yang mengakibatkan proses akad kredit dihentikan oleh Bank BTN dan pembangunan perumahan dihentikan oleh PT Antara.
Konflik antara PT PSK dan PT Antara berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Batam, PT Riau, peninjauan kembali di Mahkamah Agung, Tahun 2009, keputusan Mahkamah Agung dalam perkara ini dimenangkan oleh PT PSK.
Salah satu amar putusan MA mengatakan pemenang perkara ini harus melanjutkan hubungan hukum dengan konsumen dan semua bukti transaksi dengan developer yang dimiliki oleh konsumen adalah sah.
Mengacu pada putusan MA ini, konsumen menunggu PT PSK untuk menjalankan eksekusi putusan MA no 46/2009, namun hingga habis masa UWT 20 Maret 2020, PT PSK tidak menjalankan putusan MA dan tidak pernah menghubungi konsumen secara langsung maupun melalui RT/RW Perumahan Marchelia.
Saat masalah ini belum selesai, tiba-tiba muncul gugatan PT Putra Jaya Bintan (PT PJB) milik Irawan kepada PT Putri Selaka Kencana (PT PSK).
Gugatan kemudian dimenangkan oleh PT PJB yang kemudian mengajukan lelang/sita jaminan atas tanah di Perum Marchelia ke pengadilan.
Dalam lelang ini, lahan milik konsumen ini dimenangkan PT Karimun Pinang Jaya, sejak itu tidak ada aktivitas pembangunan di lahan Perum Marchelia Tahap II.
Saat Maret 2020 UWTO Perum Marchelia telah habis, persolan ini sempat dikemukakan kepada Kepala BP Batam Muhamad Rudi dan staf Bagian Lahan BP Batam.
Hasilnya legalitas dokumen Perum Marchelia Tahap I diproses dan sejumlah dokumen telah diterbitkan seperti SKEP, SPPL, PL Rekom, Faktur UWTO.
Namun hal ini tidak berlaku bagi konsumen Perum Marchelia Tahap II, bahkan BP Batam justru menerbitkan legalitas dokumen seperti SKEP, SPPL, PL, Rekom, Faktur UWTO kepada PT Pinang Karimun Jaya.
Menurut informasi PT Pinang Karimun Jaya telah mengajukan sertifikat kepada Badan Pertanahan Batam.
“Kami sebagai konsumen seperti dianggap tidak pernah ada, bahkan ada konsumen yang sudah membayar lunas dan membayar PBB,” kata pendiri FORUM Warga Marchelia Tahap II, Sujanto.
Sejumlah warga yang ikut memasang spanduk ada yang mengatakan beberapa konsumen sudah membangun rumah di lokasi PL mereka namun akhirnya satu persatu hancur.
“Kami membeli resmi dan memiliki surat dokumen resmi, mengapa kami seperti dianggap tidak pernah ada. Kami minta persoalan antara pengembang jangan membuat hak kami diabaikan,” pungkasnya.
Sumber : btmpos
Editor : RML